Konversi Tanggal Masehi ke Jawa Secara Online, Lengkap dengan Wuku dan Warsa -->

Konversi Tanggal Masehi ke Jawa Secara Online, Lengkap dengan Wuku dan Warsa

Cara melihat tanggal Masehi ke tanggal Jawa secara mudah. Gunakan aplikasi web online dibawah ini untuk mengubah kalender masehi ke kalender jawa.

Ubah tanggal, bulan, dan tahun yang ada di kolom yang diinginkan atau yang ingin kamu ketahui, kemudian klik tombol LIHAT. Informasi tanggal Jawa akan ditampilkan beberapa saat kemudian. Mulai dari pasaran jawa, Wuku, warsa dan lainnya.

KONVERSI MASEHI KE JAWA LENGKAP
Loader.gifInformasi akan segera dimunculkan di sini

Untuk kalender lengkapnya bisa kamu lihat di link dibawah ini:
Kalender Jawa Online Terlengkap Disertai Dengan Detail Weton, Wuku, Neptu dan Tahun Jawa

Apa Itu Kelender Jawa

Kalender Jawa atau penanggalan Jawa hingga kini masih diminati oleh masyarakat, terutama penduduk dari suku Jawa dan keturunannya yang tinggal di berbagai daerah di Indonesia.

Sistem penanggalan Jawa memang unik sehingga berbeda dengan kalender Masehi yang lazim dipakai.

Berikut ini ini tabel bulan pada penanggalan jawa:

NoPenanggalan JawaLama Hari
1Sura30
2Sapar29
3Mulud atau Rabingulawal30
4Bakda Mulud atau Rabingulakir29
5Jumadilawal30
6Jumadilakir29
7Rejeb30
8Ruwah (Arwah, Saban)29
9Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan)30
10Sawal29
11Séla (Dulkangidah, Apit) *30
12Besar (Dulkahijjah)29/30

Siklus Windu

Orang jawa menggabungkan tahun-tahun dalam siklus windu yang terdiri atas 8 tahun jawa.

Dibawah ini tabel windu dalam siklus 8 tahun jawa.

#NamaNama SuraHari
1AlipSelasa Pon354
2EhéSabtu Pahing355
3JimawalKamis Pahing354
4Senin Legi354
5DalJumat Kliwon355
6Rabu Kliwon354
7WawuAhad Wage354
8JimakirKamis Pon355
Total2835

Mengenal Kalender Jawa

Sistem penanggalan Jawa digagas oleh Sultan Agung dan diterapkan oleh Kesultanan Mataram, kerajaan pecahannya, dan wilayah yang mendapatkan pengaruh kerajaan tersebut.

Keistimewaan penanggalan ini terletak pada akulturasi budaya yang diwakili sistem penanggalan Hindu, penanggalan Islam, dan penanggalan Julian dari budaya Barat.

Tahun 1633 Masehi atau 1555 Saka, Sultan Agung berupaya menanamkan agama Islam di Jawa. Salah satunya melalui penerbitan dekrit yang mengubah penanggalan Saka. Semula penanggalan ini memakai perputaran matahari, kemudian diganti menjadi sistem kalender lunar atau kamariah, alias berdasarkan perputaran bulan.

Namun, alih-alih memakai perhitungan tahun Hijriyah, angka tahun Saka tetap dipakai agar tetap berkesinambungan dengan yang tahun yang berlangsung saat itu. Maka, tahun bermulanya kalender Jawa sama seperti kalender Saka, yakni tahun 1555 Jawa.

Perbedaan dengan Kalender Masehi

Berdasarkan penjelasan di atas, berikut beberapa perbedaan mendasar antara kalender Jawa dan kalender Masehi.

    ● Penanggalan Jawa memakai perhitungan hari sesuai putaran bulan terhadap bumi, sedangkan Masehi mengikuti putaran bumi terhadap matahari.

    ● Selisih tahun kalender Jawa dan Masehi adalah 67 tahun. Maka, jika memakai tanggalan 2021, dalam perhitungan tanggalan Jawa masih tahun 1954.

    ● Jumlah hari dalam tanggalan Jawa 29-30 hari, sedangkan penanggalan Masehi memuat 30-31 hari per bulan, kecuali 28 hari pada Februari.

    ● Ini berpengaruh pada hitungan jumlah hari dalam satu tahun. Jumlah hari penanggalan Jawa 354-355 hari, kalender Masehi 365-366 hari.

    ● Dalam satu pasaran tanggalan Jawa, terdapat lima hari saja, yaitu Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Sementara itu, ada tujuh hari dalam satu minggu tanggalan Masehi.

    ● Tahun Jawa menghitung pergantian hari pada waktu petang atau tepat saat magrib tiba. Tahun Masehi memulai hari baru tepat pukul 24.00 atau tengah malam.

Kalender Jawa memiliki arti dan fungsi tidak hanya sebagai petunjuk tanggal dan hari libur atau hari keagamaan, tetapi menjadi dasar dan ada hubungannya dengan apa yang disebut Petangan Jawi, yaitu perhitungan baik buruk yang dilukiskan dalam lambing dan watak suatu hari, tanggal, bulan, tahun, pranata mangsa, dan wuku. Semua itu adalah warisan kebijaksanaan Sultan Agung.

Akulturasi budaya dan agama sebagai wujud kearifan lokal terdapat dalam sistem kalender Jawa. Kalender yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Jawa dan pengaruh ajaran Hindu dengan nama tahunnya Saka (kalender Saka) dipakai oleh orang Jawa sampai tahun 1633 Masehi.

Pada saat Sulan Agung Hanyakrakusuma bertahta di kerajaan Mataram, raja yang terkenal patuh beragama Islam itu merubah format kalender Jawa menjadi bercorak Islam. Pada waktu itu kalender Saka sudah berjalan sampai akhir tahun 1554. Angka tahun 1554 itu diteruskan dalam kalender Sultan Agung dengan angka tahuin 1555. Padahal dasar perhitungannya sama sekali berlainan.

Adapun kalender Saka mengikuti sistem Syamsiyah atau berdasarkan perjalanan bumi mengitari matahari. Sedangkan kalender Sulan Agung mengikuti sistem Komariyah yaitu berdasarkan perjalanan bulan mengitari bumi. Kalender Sultan Agung dimulai tanggal 1 Sura tahun Alip 1555, tepat pada tanggal 1 Muharam tahun 1043 Hijriyah. Jika dihitung bersamaan pula pada hari Jumat Legi tanggal 8 Juli 1633.

Kebijakan Sultan Agung itu dilandasi kemahirannya yang tinggi dalam ilmu falak. Kalender Sultan Agung adalah suau karya besar yang merupakan bentuk akulturasi kebudayaan. Dengan strategi akulturasi ini maka masuknya paham Islam dalam masyarakat tidak menimbulkan kontroversi, karena paham-paham lain dapat terakomodasi. Gagasan Sultan Agung itu didukung oleh para ulama dan abdi dalem, khususnya yang menguasai ilmu falak atau pebintangan.

Kalender Sultan Agung atau Anno Javanico terdiri dari Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadilawal, Rejeb, Ruwah, Pasa, Syawal, Dulkangidah, dan Besar. Sultan Agung merasa perlu mengubah system penanggalan dengan maksud agar hari-hari raya Islam (Maulud Nabi, Idul Fitri, dan Idul Adha) yang diperingati di keratin Mataram dengan sebutan grebeg dapat dilaksanakan pada hari dan tanggal yang tepat sesuai dengan ketentuan dalam kalender Hijriyah.

Keberadaan petangan jawi sudah dikenal sejak dahulu, yang merupakan catatan dari leluhur berdasarkan pengamatan baik buruk, selalu dicatat dan dihimpun dalam primbon.

Kata primbon berasal dari kata: rimbu, berarti simpan atau simpanan, maka primbon memuat bermacam-macam catatan oleh sebuah generasi diturunkan kepada generasi penerusnya.

Petungan dina dan pasaran terdiri dari Ahad, wataknya: samudana (pura-pura) artinya: suka kepada lahir, yamg kelihatan. Senin, waaknya: samuwa (meriah), artinya: harus baik segala pakaryan. Selasa, wataknya: sujana (curiga), artinya: serba tidak percaya. Rabu, wataknya: sembada (serba sanggup, kuat), artinya: mantap dalam segala pakaryan. Kemis, wataknya: surasa (perasa), artinya: suka berpikir (merasakan sesuatu) dalam-dalam. Jumat, wataknya: suci, artinya bersih tingkah lakunya. Sabtu, wataknya: kasumbung, (tersohor), artinya suka pamer.

Petungan pasaran terdiri dari Pahing, wataknya: melikan, artinya: suka kepada barang yang kelihatan. Pon, wataknya: pamer, artinya: suka memamerkan harta miliknya. Wage, wataknya: kedher, artinya: kaku hati. Kliwon, wataknya: micara, artinya: dapat mengubah bahasa. Legi, wataknya: komat, artinya: sanggup menerima segala macam keadaan.

Dalam pranata mangsa terdapat lambing watak bawaan atau pengaruh tiga macam mangsa sebagai berikut:
  • Kasa (kartika), cirinya sotya murca ing embanan (mutiara lepas dari pengikatnya). Watak pengaruhnya dedaunan rontok, kayu-kayu patah di atas. Saat mulai menanam palawija, belalang bertelur. Bayi yang lahir dalam wangsa Kasa itu wataknya belas kasihan.
  • Karo (pusa), candra (cirinya), Bantala rengka (tanah retak). Watak (pengaruhnya) tanah retak, tanam-tanaman palawija harus dicarikan air, pohon randu dan mangsa tumbuh daun-daunnya. Bayi yang lahir dalam mangsa itu wataknya ceroboh, kotor.
  • Sadha (Asuji), candra (cirinya), tirta sasana (air pergi dari tempatnya). Watak (pengaruhnya) musim dingin, jarang orang berkeringat. Usai panen. Bayi yamg lahir dalam masa itu wataknya cukupan.

BACA JUGA :

Pada hakikatnya primbon memang tidak mutlak kebenarannya, namun sedikitnya patut menjadi perhatian sebagai jalan mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup lahir batin. Primbon hendaknya dipandang secara proporsional dan pedoman untuk mengingat pengalaman leluhur.

Namun jagan sampai mengurangi keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengatur segenap makhluk dengan kodrat dan iradat-Nya. Kemampuan orang Jawa dalam membaca tanda-tanda zaman secara waskitha dan wicaksana diwariskan secara turun-temurun. Ramalan, petungan, dan keberuntungan nasib manusia mengacu kepada perubahan musim, siklus alam, suara hati, dan sasmita gaib.

Bagi masyarakat Jawa, kelahiran, kematian, jodoh, dan rezeki adalah takdir Tuhan. Namun demikian, manusia tetap diberi kewenangan untuk berikhtiar, dengan berprinsip ngelmu laku, jangka jangkah, kodrat wiradat.

Begitu pedulinya terhadap kehidupan yang aman tentram lahir batin, maka para sesepuh, pinisepuh, orang Jawa akan memberi makna pada segala sesuatu yang tidak kasat mripat. Kepekaan perasaan yang disertai ketajaman spiritual mendominasi indra keenamnya.

Pergantian hari, bulan, tahun, dan windu pasti mengandung maksud tertentu. Angin berhembus dan kicauan burung pun bias memberi arti, karena termasuk wahana sasmitaning ngaurip.

Semoga artkel dan aplikasi konversi tanggal masehi ke jawa diatas bermanfaat dan berguna untuk anda yang sedang mencari penanggalan jawa.

Sekian terima kasih

Anda mungkin menyukai postingan ini

Terima kasih telah membaca Konversi Tanggal Masehi ke Jawa Secara Online, Lengkap dengan Wuku dan Warsa , Dapatkan Update dari PanjiNawangkung di Google News Dengan klik LINK/GAMBAR DIBAWAH INI dan jangan lupa FOLLOW
Image
  1. Untuk menyisipkan sebuah kode gunakan <i rel="pre">code_here</i>
  2. Untuk menyisipkan sebuah quote gunakan <b rel="quote">your_qoute</b>
  3. Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image">url_image_here</i>

DMCA.com Protection Status

Page Load Time...

Nih buat jajan